Ads 468x60px

Jumat, 25 Februari 2011

STRUKTUR ATOM DAN IKATAN

STRUTUR ATOM DAN IKATAN
A.1 KARAKTERISTIK LOGAM
Sebelum mempelajari dasar-dasar fisika logam, kita terlebih dahulu harus mempunyai gambaran yang jelas tentang golongan kualitas keadaan logam. Sering terbayang oleh kita bahwa logam adalah sesuatu yang mempunyai kilauan tinggi, konduktivitas listrik serta panas y ang baik, dapat ditempa, dan ulet. Diantara sesama logam sendiri variasi perbedaan sifat teryata sangat besar. Untuk mengambarkan perbedaan mencolok antara perilaku logam yang satu dengan yang lain orang cukup membandingkan masing-masing dengan ulet serta mudahnya timbal (lead) ditempa pada suhu kamar, serta kekerasan dan kerapuhan tungsten pada suhu sama.
Sifat yang paling sering dianggap mencirikan logam adalah konduktivitas listrik atau konduktivitas termalnya yang tinggi. Sebagai contoh, logam konduktor listrik yang paling baik adalah tembaga sedangkan yang paling buruk adalah timbal, padahal kehambatan (resituvity) timbal hanya dua belas kali kehambatan tembaga.
Sangat besarnya perbedaan konduktivitas antara logam dan non logam adalah karena pada logam yang mengalami beda potensial elektron-elektron dapat bergerak bebas, sementara pada bahan non logam tidak demikian. Jadi dapat disimpulkan bahwa karakteristik dasar logam harus dipelajari dari struktur elektronnya, atau dengan kata lain pengkajian material teknik harus dimulai dari pemahaman struktur atom-atom yang membentuknya.


A.2 ATOM
Dalam gambaran sederhana oleh Rutherford, atom terbentuk atas inti bermuatan positif pembawa sebagian besar massa atom, dengan elektron-elektron yang bergerak mengitarinya. Ruterford mengatakan bahwa elektron-elektron mengitari inti dalam orbit melingkar sehingga gaya sentrifugal semua elektron tepat sama dengan gaya tarik elektrostatik antara inti yang bermuatan positif dan elektron-elektron yang bemuatan negatif. Guna menghindari kesulitan dalam pemahaman akibat adanya hokum elektrodinamika yang disini menyatakan bahwa elektron-elektron yang berevolusi harus terus-menerus melepaskan energi berupa radiasi elektromagnetik, maka Bohr dalam tahun 1913 terpaksa menyimpulkan bahwa dari semua orbit yang mungkin, hanya orbit-orbit tertentu saja yang boleh ditempati oleh electron. Orbit-orbit khusus itu diandaikan mempunyai sifat luar biasa, yakni bahwa bila sebuah elektron berada dalam salah satu orbit tersebut, radiasi tak akan terjadi.
Kumpulan orbit-orbit stabil tadi dicirikan menurut kritiria yang menyatakan bahwa momentum sudut elektron-elektron dalam orbit dihitung mengunakan rumus nh / π 2 , dengan h konstanta Planck dan n bilangan bulat (n = 1, 2, 3, …). Dengan cara ini Bohr berhasil memberikan penjelasan yang memuaskan tentang spektrum garis atom hydrogen, sekaligus membangun batu pijakan untuk teori atom modern.
Ketika selanjutnya teori atom dikembangkan oleh de Broglie, Schodinger dan Heienberg, orang yang menyadari bahwa hukum-hukum klasik tentang dinamika partikel tidak dapat diterapkan terhadap partikel-partikel dasar (fundamental particles). Dalam dinamika klasik, sudah menjadi prasyarat bahwa posisi dan momentum suatu partikel diketahui secara tepat, namun dalam dinamika atom bila posisi partikel secara pasti, maka besaran yang lain (momentum) tidak dapat ditentukan. Dalam kenyataan, ketidak pastian tentang posisi dan momentum partikel kecil harus kita akui, akan tetapi hasil kali derajat ketidakpastian masing-masing besaran tadi dapat kita hubungkan dengan nilai konstanta Planck (h = 6.6256 x 10-34Js). Di alam makroskopik ketidakpastian ini terlalu kecil untuk dapat diukur, namun bila kita melakukan sesuatu terhadap gerak elektron yang mengelilingi inti atom, penerapan prinsip ketidakpastian (Uncertainty Principle-istilah yang diperkenalkan oleh Heisenberg) penting sekali. Akibat menganut Prinsip Ketidakpastian ini, kita tak boleh lagi membayangkan elektron sebagai sesuatu yang bergerak dalam orbit tetap mengelilingi inti. Kita harus memandang gerak elektron sebagai fungsi gelombang.
Dengan fungsi ini kita hanya mungkin mendapatkan elkctron yang energinya tertentu saja diruang disekitar inti. Situasi menjadi lebih rumit bila kita memperhitungkan kenyataan bahwa elektron bukan hanya bergerak mengitari inti, namun juga berpusing pada porosnya sendiri. Sebagai konsekuensi, untuk menyatakan gerak elektron disebuah atom kita tidak lagi mengunakan integer tunggal n, seperti pada teori Borh. Sekarang kita harus menyatakan keadaan elektron mengunakan empat buah bilangan. Bilangan-bilangan yang dikenal sebagai bilangan-bilangan kuantum ini adalah n, l, m dan s, dimana n merupakan bilangan kkuatum pertama (principal quantum number), l bilangan kuantum orbit (orbital quantum number), m bilangan kuantum dalam (inner quantum number) dan s bilangan kuantum spin (spin quantum number). Prinsip dasar lain teori kuantum modern untuk atom adalah Prinsip Pengecualian Pauli (Pauli Exclusion Principle) yang yang menyatakan bahwa dalam sebuah atom tidak ada dua elektron yang bias memiliki perangkat bilangan kuantum persis sama.
Jika kita ingin memahami cara membuat Tabel Periodik menurut struktur elektronik atom-atom berbagai unsure, kita harus memperhatikan kebermaknaan keempat bilangan kuantum tadi, sekaligus batasan harga-harga numeric yang dapat dimiliki masing-masing. Bilangan kuantum yang paling penting adalah bilangan kuantum utama, karena inilah yang paling berperan dalam penentuan energi elektron.
Bilangan kuantum utama dapat memiliki harga bilangan bulat mulai dari n = 1, yang menyatakan energi paling rendah. Elektron dengan n = 1 paling stabil, dan kestabilan berkurang dengan naiknya harga n. Elektron yang bilangan kuantum utamanya n dapat mempunyai bilangan kuantum orbital bernilai bulat antara 0 dan (n - 1). Jadi jika n = 1, l harus 0, sementara bila n = 2, l = 0 atau 1, dan bila n = 3, l = 0, 1, atau 2. bilangan kuantum orbital menyatakan momentum sudut elektron ketika mengitari inti, dan ini mnentukan sesuatu yang dalam mekanika nonkuantum disebut bentuk orbit. Untuk suatu harga n, elektron dengan l paling rendah akan mempunyai energi paling rendah, sehingga semakin tinggi harga l makin besar ula energinya.
Dua bilangan kuantum yang lain, yaitu m dan s berturut-turut menyatakan orientasi orbit elektron diseputar inti dan orientasi arah spin elektron. Untuk suatu harga l, sebuah elektron boleh mempunyai bilangan kuantum dalam m bernilai bulat dari +l sampai –l, termasuk 0. jadi untuk l = 2, m bisa mempunyai harga-harga +2, +1, 0, -1, dan –2. Elektro-elektron dengan harga-harga n dan l yang sama tetapi berbeda dalam harga-harga m mempunyai energi yang sama besar, asalkan tidak dipengaruhi suatu medan magnet. Bila ada medan magnet, energi elektron-elektron dengan harga-harga m berbeda akan berubah sedikit, seperti yang tampak dari terpisahnya garis-garis spektrum pada efek Zeeman. Untuk sebuah electron yang mempunyai harga-harga n, l dan m sama besar, bilangan kuantum spin s-nya boleh memiliki harga + 1/2 atau - 1/2. Kenyataan bahwa harga tesebut bukan bilangan bulat untuk sementara ini tidak perlu dirisaukan; yang perlu kita ingat hanyalah bahwa dua elektron dalam sebuah atom dapat mempunyai harga-harga n, l dan m yang sama, serta bahwa kedua elektron tadi akan berpusing dengan arah berlawanan. Hanya dibawah pengaruh medan magnet saja energi dua elektron dengan spin berlawanan akan berbeda.

A.3 SUSUNAN ATOM DALAM LOGAM
Ion logam sangat kecil dan diameternya hanya beberapa kaliu 10-10 mm, atau kurang dari nanometer. Dengan demikian satu millimeter kubik logam diperkirakan mengandung 1022. Di atas telah dibahas bahwa ion-ion dalam logam padat tidak tersusun secara acak, namun seolah-olah dipak secara beraturan. Pada kebanyakan logam, ion-ion mengelompok sedemikian rupa sehingga volume yang dibutuhkan sedikit mungkin. Pada semua logam, termasuk yang ion-ionnya agak renggang, penataan ion-ion ternyata mengikuti mengikuti suatu pola tertentu, dan karena struktur logam dicirikan menurut satuan (unit) pola sederhana yang disebut sel struktur, yang kalau diulang-ulang secara beraturan di seluruh bagian badan logam akan menentukan posisi semua ion dalam kristal logam bersangkutan.
Kita mengenal dua cara penataan bola-bola berukuran sama yang memungkinkan volume minimum. Kedua cara itu adalah penataan kubus pusat sisi atau face-centerd cubic arragement (f.c.c) dan penataan heksagonal susunan rapat atau closed-paccked hexagonal arragement (c.p.h). Sel-sel struktur pada kedua cara penataan diatas dapat dilihat dalam Gambar 2.2(a) dan 2.2(b). Sel struktur lain lagi yang tampak pada Gambar 2.2(c) adalah cara pengepakan. Cara pengepakan bola ini dikenal sebagai penataan kubus pusat ruang atau body-centered cubic arragement (b.c.c).

Untuk menetapkan secara lengkap struktur suatu logam, kita perlu mempelajari struktur kristal dan ukuran (dimensi) sel strukturnya. Banyaknya besaran yang dibutuhkan untuk menentukan suatu sel struktur bergantung pada derajat keteraturan geometrik yang ditunjukan oleh sel. Jadi, dalam sel-sel struktur kubus kita hanya perlu mengukur panjang salah satu rusuk, sementara pada sel heksagonal kita perlu mengetahui panjang a dan c seperti dalam Gambar 2.2(b). bagaimanapun, jika struktur yang ideal adalah susunan rapat, kedua besaran a dan c harus memiliki perbandingan c/a = 1,633. Dalam struktur logam, perbandingan c/a, yang sering disebut nisbah menyumbu (axial ratio), tidak pernah tepat 1,633, dan karena itu struktur logam tidak betul-betul tersusun secara rapat; untuk seng misalnya, c/a = 1,86 dan untuk titanium, c/a = 1,58. Besaran yang menunjukan ukuran sel struktur itu disebut parameter kisi (lattice parameter).
Pengetahuan tentang penetapan kisi memungkinkan kita menghitung jari-jari atom (r) logam berdasrkan asumsi bahw atom-atom itu berbentuk bola dan masing-masing salling kontak. Perlu di ketahui bahwa dalam struktur kubus pusat sisi (f.c.c) r = (a√2)/ 4 , dan dalam struktur kubus pusat ruang (b.c.c) r = (a√3)/ 4, dengan a parameter kisi. Karena besaran-besaran a dan r sangat kecil, sudah menjadi kelaziman untuk mengukurnya dalam nanometer (10-9 m).
Sebuah konsep yang penting sehubungan denga struktur kristal ini adalah
bilangan koordinasi, yang didefinisikan sebagai banyaknya atom berjarak terdekat sama dari sebuah atom mana pun dalam struktur kristal. Jadi, dalam struktur kubus pusat ruang seperti pada Gambar 2.2(c), dengan mudah dapat dilihat bahwa atom di pusat kubus dikekilingi oleh delapan buah atom yang berjarak sama yang terletak di sudut-sudut kubus, dan bilangan koordinasi disini adalah 8. Lain halnya dengan Gambar 2.2(a), mungkin anda tidak langsung menyadari bahwa bilangan koordinasi di struktur kubus pusat sisi seperti ini adalah 12. Agaknya cara yang paling mudah untuk membayangkan ini adlah denga menempatkan dua sel kubus pusat sisi berdampingan dan memperhatikan atom-atom disekeliling atom yang menjadi pusat sisi bersama. Pada struktur heksagonal susunan rapat dengan perbandingan ideal c/a = 1,633, bilangan koordinasi juga 12 seperti yang mudah terlihat bila kita menumpukan dua sel dan memilih atom di pusat bidang bersama sebagai titik acuan.
Bidang ini sering disebut bidang basal. Bidang dengan susunan atom paling padat dalam struktur heksagonal susunan rapat yang paling ideal adalah bidang basal, dan mamiliki tatanan atom yang sama seperti pada bidang paling padat dalam struktur kubus pusat sisi*. Baik struktur heksagoanl susunan rapat maupun kubus pusat sisi merupakan dua metode pengepakan bola yangsama bagusnya; perbedaan di antara keduanya hanyalah pada cara penumpukan bidang susunan rapat masing-masing. Gambar 2.3 memperlihatkan cara atom-atom dalam suatu bidang susunan rapat.

Ketika menumpukan atau mengandengkan bidang atom yang kedua, bidang atom pertama mungkin ditempatkan entah dengan posisi B atau C, yang betul-betul merupakan kedudukan setara. Bagaimanapun, begitu atom pertama ditempatkan di salah satu dari duakedudukan, semua atom lain di bidang kedua harus berada di kedudukan serupa. Ini tidak lain karena kedudukan-kedudukan bersebelahan untuk tipe-tipe B dan C terlalu dekat untuk ditempati keduanya dalam lapisan yang sama. Sampai di sini kita belum menjumpai perbedaan antara struktur heksagonal susunan rapat dan kubus pusat sisi. Perbedaan baru timbul ketika lapisan ketiga diletakan. Dalam peletakan lapisan ketiga, dengan mengandaikan bahwa kedudukan- kedudukan tipe B telah digunakan untuk membentuk lapisan kedua, seperti dalam Gambar 2.3, atom-atom dapat menempati kedudukan- kedudukan A atau C. kalau kedudukan A yang dipilih, maka atom-atom di lapisan ketiga akan langsung di atas lapisan pertama, dan struktur yang terbentuk adalah heksagonal susunan rapat, sedangkan jika kedudukan C yang dipilih, kejadiannya tidak demikian dan struktur yang berbentuk adalah kubus pusat sisi. Jadi, struktur heksagonal susunan rapat terdiri atas lapisan-lapisan atom tersusun rapat yang ditumpuk dengan urutan ABABAB atau ACACAC. Struktur kubus pusat sisi memiliki cara penumpukan dengan urutan ABCABCABC sehingga atom-atom di lapisan keempat terletak langsung di atas atom-atom lapisan pertama.


Tabel 2.3. memperlihatkan struktur kristal yang dianut oleh sejumlah logam-logam pada temperatur kamar. Beberapa logam ternyata menganut lebih dari satu struktur kristal, yang masing-masing hanya stabil pada temperatur tertentu. Contoh paling baik untuk gejala yang disebut polimorfisme ini adalah seperti yang ditunjukan oleh besi, yang berstruktur kubus pusat ruang pada temperatur-temperatur di bawah 910o C serta di atas 1400o C, namun berstruktur kubus pusat sisi bila di antara 910o C dan 1400o C. contoh lain yang umum antara lain adalah titanium dan zirconium yang berubah dari kubus susunan rapat ke kubus pusat ruang berturut-turut pada temperatur 882o C dan 815o C. timah putih berubah dari struktur kubus (kelabu) menjadi tetragonal (putih) pada suhu 13,2oC. uranium dan plutonium juga menganut beberapa struktur kristal. Plutonium, khususnya, tergolong kompleks karena memiliki enam struktur kristal di antara suhu kamar dan titik leburnya pada 640o C.

A.4 ELEKTRON-ELEKTRON DALAM KRISTAL LOGAM
Kalau kita membayangkan atom-atom dikumpulkan dan ditata membentuk struktur kristal, maka ketika jarak antara atom-atom terdekat mendekati jarak antar atom yang khas pada logam, elektron-elektron terluar tidak lagi mengacu ke atomnya masing-masing. Begitu electron-elektron terluar tidak lagi terikat ke atomnya masing-masing melainkan bergerak bebas di seluruh logam, maka menurut Prinsip Kekecualian Pauli, elektron-elektron tadi tidak dapat memprtahankan perangkat bilangan kuantum yang sama seperti masih merupakan bagian dari atom-atom.
Akibatnya, elektron-elektron bebas tidak lagi bisa memiliki lebih dari dua elektron dengan spin berlawanan untuk suatu energi tertentu. Energi-energi elektron bebas itu didistribusikan ke suatu rentang yang terus meningkat sejalan proses pembentukan logam oleh atom-atom. Jika atom-atom dimaksudkan untuk membentuk struktur logam yang mantap, energi purata (mean energi) elektron-elektron bebas harus lebih rendah disbanding energi tingkat elektron ketika atom-atom masih bebas. Gambar 2.4 memperlihatkan pelebaran tingkat atomatik sejak atom-atom masih mulai berhimpun dengan yang lain, serta penurunan energi elektron-elektron sebagai akibatnya. Besar penurunan energi purata elektron-elektron terluar inilah yang menentuka kemantapan logam. Dalam hal ini, yang disebut jarak keseimbangan (equilibrium spacing) antara atom-atom dalam suatu logam adalah jarak yang apabila dikurangi lagi akan menyebabkan bertambahnya gaya tolak-menolak ion-ion positif yang saling didekatkan itu, sehingga gaya tolak-menolak tadi akan lebih besar dibanding penurunan energi elektron purata yang disebabkannya.

Dalam struktur metalik, elektron-elektron bebas dengan demikian harus dianggap menempati serangkaian tingkat energi distrik (unik) dengan selang yang sangat rapat. Tiap tingkat energi atomik yang mengurai menjadi sebuah pita memiliki banyak tingkat energi yang sama dengan banyaknya N atom dalam sepotong logam. Seperti yang dinyatakan sebelum ini, suatu tingkat energi tidak boleh ditempati oleh lebih dari dua elektron dengan spin berlawanan. Oleh sebab itu, setiap pita paling banyak hanya dapat memiliki 2N elektron. jelaslah, dalam keadaan energi paling rendah suatu logam, semua tingkat energi rendah telah terisi.
Sela energi antara tingkat-tingkat yang berturuttan tidak tetap melainkan mengecil sejalan dengan naiknya tingkat energi. Dari segi kerapatan keadaan elektron N (E) ini biasanya dinyatakan sebagai fungsi energi E. Besaran N(E)dE menginformasikan banyaknya tingkat energi dalam suatu ionterval energi dE yang sangat kecil, dan untuk elektron bebas besaran ini membentuk fungsi parabola energi seperti yang tampak dalam Gambar 2.5.
Karena setiap tempat hanya dapat ditempati dua electron, energi electron yang menempati suatu tingkat energi rendah tidak dapat diperbesar kecuali bila diberi tambahan energi yang cukup untuk melompat ke tingkat kosong di bagian pita sebelah atas. Lebar energi pita-pita umumnya sekitar 5 atau 6 elektron volt*, karena ini cukup besar energi yang dibutuhkan oleh logam untuk mengeksitasikan elektronnya yang berada di tingkat bawah. Energi sebesar itu tidak tersedia pada temperatur normal, dan hanya elektron dengan energi mendekati yang terdapat pada bagian atas pita (disebut tingkat atau permukaan Fermi) dapat dieksitasikan sehingga karena itu hanya sedkit elektron bebas pada logam yang dapat ambil bagian dalam proses-proses thermal. Energi pada tingkat Fermi EF bergantung pada banyaknya electron N per unit volume V, dapat dihitung denga rumus .

Elektron pada suatu pita metalik harus dianggap bergerak terus-menerus dalam struktur dengan energi yang ditentukan oleh tingkat pada pita yang didudukinya. Dalam mekanika kuantum gerak elektron ini dapat dipandang sebagai gelombang dengan panjang gelombang yang ditentukan oleh energi elektron bersangkutan menurut rumus de Broglie.

dengan h konstanta Planck, m massa dan v kecepatan elektron yang sedang bergerak. Makin besar energi electron, makin tinggi momentum mv-nya, dan karena itu makin kecil panjang gelombang pada fungsi gelombang terhadap geraknya. Karena gerak electron yang mempunyai aspek miring gelombang ini, elektron-elektron yang bergerak dapat menimbulkan efek difraksi seperti pada gelombang optik. Lebih dari itu, tatanan atom-atom yang beraturan pada kisi logam dapat bertindak sebagai kisi difraksi tiga dimensi, sebab atom-atom di situ bermuatan positif dan karena itu berinteraksi dengan elektron-elektron bergarak.
Pada panjang gelombang terntentu, yang ditentukan oleh jarak atom-atom pada kisi metalik, elektron-elektron akan mengalami efek difraksi yang kuat. Ini menyebabkan elektron-elektron dengan energi sesuai panjang gelombang tersebut tidak mampu bergerak bebas di dalam struktur. Akibatnya, dalam pita-pita elektron, tingkat-tingkat energi tertentu tidak dapat ditempati dan karena ini terjadi sela-sela energi yang menyebabkan spektrum-spektrum energi dalam suatu pits tidak kontinu.
Interaksi elektron-elektron bergerak denga ion-ion logam yang terdiri terdistribusi pada suatu kisi bergantung pada panjang gelombang elektron-elektron serta jarak antar ion dalam arah gerak elektron. Karena jarak antar ion bergantung pada arah kisi, panjang gelombang elektron-elektron yang mengalami difraksi oleh ion-ion juga akan bergantung pada arah kisi tersebut. Energi kinetik sebuah electron bergeak merupakan fungsi panjang gelombang yang hubungannya adalah sebagai berikut :


dan karena kita berkepentingan dengan energi-energi electron, lebih baik bila efek-efek interaksi dibahas menurut kebalikan panjang gelombang. Besaran yang berbanding tebalik dengan panjang gelombang ini disebut bilangan gelombang dan diberi notasi k.

Dalam mengambarkan interaksi-interaksi elektron kisi orang lazim mengunakan diagram vektor. Di situ arah vektor menyatakan arah lintasan elektron bergerak dan harga (magnitude) vektor menyatakan bilangan gelombang elektron.
Vector-vektor ini mengambarkan elektron-elektron berenergi yang, karena efek difraksi, tidak dapat menembus kisi, dan karena itu membentuk permukaan tiga dimensi yang disebut zona Brillouin. Gambar 2.6(a) memperlihatkan zona Brillouin untuk sebuah kisi kubus pusat sisi. Daerah ini terbentuk dari bidang-bidang datar yang sesungguhnya sejajar dengan bidang-bidang pada kisi yang terpisah paling jauh, dalam hal ini bidang {111} dan {200}. Inilah cirri umum untuk zona Brillouin yang berlaku untuk semua kisi.
Untuk suatu arah dalam kisi, kita dapat menganggap bentu energi elektron sebagai fungsi bilangan gelombang. Hubungan antara kedua besaran tadi nila mengunakan persamaan 2.2 adalah

yang bias membentuk hubugan parabolic seperti tampak dalam Gambar 2.6(b). akibat adanya zona Brillouin di harga k tertentu, tergantung arah kisinya, maka ada suatu rentang harga energi yang tidak dapat diambil oleh elektron. Ini menghasilkan distorsi berbentuk kurva E-k di sekitar harga kritis k yang pada gilirannya menyebabkan adanya serangkaian sela energi (energi gap), yang tidak dapat ditempat oleh elektron. Efek ini dalam kurva E-k tampak berupa sebuah garis menerus (Gambar 2.6(b)).
Adanya distorsi pada kurva E-k, akibat adanya zona Brillouin, direfleksikan denga kurva kerapatan keadaan vs energi berlawanan berbentuk parabola, tetapi bentuknya tidak demikian bila ada interaksi akibat zona Brillouin, seperti pada Gambar 2.7(a). Garis putus-putus menyatakan kurva N(E)-E untuk elektron-elektron bebas ketika efek zona Brillouin tidak ada dan garis penuh digunakan untuk kurva yang dipengaruhi zona Brillouin. Total banyaknya elektron yang dibutuhkan untuk mengisi daerah elektron yang dibatasi oleh garis penuh dalam Gambar 2.7(a) adalah 2N, dengan N total banyaknya atom dalam logam. Jadi, zona Brillouin akan terisi bila tiap atom dalam logam menyumbangkan dua buah elektron ke pita energi. Jika atom-atom logam menyumbangkan lebih dari dua elektron per atom, elektron-elektron lebihan itu harus ditempatkan ke zona kedua atau yang lebih tinggi.
Dalam Gambar 2.7(a) kedua zona tadi dipisahkan oleh sebuah sela energi, namun pada logam sesungguhnya tidak harus demikian, jadi dua zona bias saja saling tumpang-tindih sehingga pada kurva N(E)-E msela energi seperti itu tidak tampak. Keadaan tumpang-tindih timbulk karena energi di daerah terlarang bervariasi terhadap arah kisi dan seringkali tingkat energi dibagian atas zona pertama memiliki harga lebih tinggi untuk suatu arah disbanding tingkat energi paling rendah di bagian bawah jurva N(E)-E, yang mengambarkan jumlah tingkat-tingkat energi di semua arah dengan demikian tertutup rapat. (Gambar2.7(b)).

A.5 LOGAM DAN ISOLATOR
Ketika suatu bahan mengalami medan magnet, agar penghantaran listrik dimungkinkan, elektron-elektron di bagian atas pita harus mampu meningkatkan energi sehingga aliran aliran elektron dalam arah potensial, yang pada hakekatnya adalah arus listrik, bias terjadi. Apabila sela energi antara dua zona seperti dalam Gambar 2.7(a) memang ada, dan bila zona rendah sudah cukup elektronnya, maka mungkin saja elektron di situ meningkatkan energi dengan cara melompat ke tingkat yang kosong, asalkan ada medan listrik dan kekuatan medan itu cukup besar untuk membuat elektron di bagian atas pita yang isi mampu melompati sela energi. Dengan demikian, konduksi pada logam terjadi karena banyak elektron per atom tidak cukup untuk mengisi pita energi sampai ke kedudukan sela energi. Pada tembaga misalnya, elektron-elektron valensi 4s hanya mengisi separuh dari pita s terluar. Pada logam lain, misalnya Mg, pita valensi tumpang-tindih dengan pita energi lebih tiggi dan elektron-elektron dekat tingkat Fermi dengan demikian bebas untuk pindah ke keadaan kosong di pita lebih tinggi. Bilamana pita valensi terisi penuh sementara pita yang setingkat lebih tinggi, yaitu yang terpisah oleh sela energi, betul-betul kosong, maka bahan bersangkutan bias tergolong isolator atau semikonduktor. Kalau sela itu beberapa electron volt, misalnya 7 eV pada intan, diperlukan medan listrik luar biasa tinggi untuk memindahkan elektron ke pita lebih tinggi dan bahan bersangkutan isolator. Kalau sela kecil, misalnya 1 – 2 eV seperti pada silikon, maka energi thermal mungkin sudah memadai untuk mengeksitasikan beberapa elektron ke pita lebih tinggi serta menciptakan tempat-tempat kosong dalam pita valensi; dalam hal ini bahan tergolong semikonduktor. Pada umumnya, pita energi paling rendah yang tidak terisi elektron secara penuh disebut pita konduksi, sedangkan pita yang berisi elektron-elektron valensi disebut pita valensi. Pada konduktor pita valensi juga bertindak sebagai pita konduksi. Keadaan electron untuk contoh-contoh bahan degan valensi berbeda-beda dapat dilihat dalam Gambar 2.7(c).
Meskipun semua logam boleh dikatakan tergolong penghantar listrik yang baik, ternyata masing-masing menunjukan kehambatan (resistivity) yang beragam. Penyebab keragaman ini bermacam-macam. Kehambatan logam ditentukan oleh kerapatan keadaan elektron-elektron paling kuat di bagian atas pita, dan bentuk kurva N(E)-E di situ. Kehambatan juga bergantung pada derajat penyebab elektron-elektron oleh ion-ion logam yang bergetar kaena panas, dan oleh atom-atom takmurnian (impurity atom) atau cacat-catat pada logam.

0 komentar:

Posting Komentar